Inilah Daftar Jema'ah Calon Haji Kabupaten Bantaeng yang Siap Berangkat Tahun ini

(Humas Kemenag Bantaeng) - Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI pada bulan Juni 2015 yang lalu merilis Daftar Calon Jemaah Haji Seluruh Indonesia yang berhak melunasi BPIH reguler  untuk musim haji tahun 2015 M/1436 H.

Dari Daftar itu, Kabupaten Bantaeng yang pada musim haji tahun ini dijadwalkan berangkat tanggal 12 September 2015 dengan nomor kloter 22 (gabung dengan jemaah Kab Bone) mendapat jatah kuota 148 jemaah, namun dari daftar itu, ada 4 calon jemaah yang tidak melunasi BPIH sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan dan 2 orang calon jemaah meninggal dunia.

Berdasarkan kebijakan dari Dirjen Peny. Haji dan Umrah Kementerian RI, kekosongan jatah kuota jemaah haji akibat meninggal dunia atau tidak melunasi BPIH sampai batas waktu yang ditentukan akan diisi dari unsur suami istri dan dari lansia (lanjut usia).

Kekosongan kuota jemaah haji Kab. Bantaeng yang berjumlah 6 orang ini setelah diadakan seleksi dan evaluasi berdasarkan ketentuan diatas, muncullah 3 nama calon jemaah haji dari pasangan suami istri dan 3 orang calon jemaah dari lansia. Unsur suami istri dimaksud adalah calon jemaah haji yang berstatus kawin (diutamakan istri) yang pasangannya juga telah terdaftar sebagai calon jemaah haji dan bersedia melunasi BPIH musim haji tahun ini.

Daftar Jemaah Calon Haji yang siap berangkat Tahun 2015 M / 1436 H dapat dlihat dan diunduh disini

Berikut Daftar Calon Jemaah Haji Bantaeng Berhak Lunas BPIH Reguler Tahun 1436 H/ 2015 M.

Peserta UKA 2015 Kemenag Bantaeng

PESERTA UKA 2015 KEMENAG BANTAENG
Jadwal Ujian UKA pada UIN Alauddin Makassar, Tanggal 30 Juli 2015 pukul 08.00 WITA




Profile Pegawai Kementerian Agama

MASUKKAN NIP PADA KOLOM PENCARIAN SEBELAH KANAN ATAS KEMUDIAN KLIK TAMPILKAN UNTUK MELIHAT PROFILE ANDA

Kepala Sub Bagian Tata Usaha



Data Kepala Sub Bag TU Kantor Kemenag Bantaeng Atau dapat di lihat di sini

Uji Publik Honorer K2 Kantor Kemenag Bantaeng

Suasana di Kantor Kementerian Agama Kab Bantaeng, di hari ke2 sejak Daftar Honorer Kategori 2 diumumkan tanggal 3 April 2013 untuk uji Publik.












Sesuai Surat MENPAN dan RB Nomor B/751/M.PAN-RB/03/2013 tertanggal 18 Maret 2013, Uji Publik terhadap daftar tenaga honorer kategori dua (KII) berlangsung tiga pekan, yakni pada 27 Maret-16 April 2013. “PPK diamanatkan mengumumkan listing data honorer K.II melalui pengumuman/media cetak/media online selama 21 hari kerja setelah menerima daftar dari BKN,” jelas Kepala bagian Humas BKN Tumpak Hutabarat dalam audiensi dengan DPRD Pemkab. Lamongan, selasa (26/3) di Ruang Rapat Gedung I, Lt 1 Kantor Pusat BKN Jakarta.

Lebih jauh Tumpak Hutabarat menyampaikan bahwa sesuai Surat MenPAN-RB Nomor: B/751/M.PAN-RB/03/2013 tanggal 18 Maret 2013 perihal Penyampaian data Tenaga Honorer K.II Kepada PPK Pusat dan Daerah tersebut, dalam mengumumkan listing K.II, para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) baik Pusat maupun Daerah agar mencantumkan persyaratan tenaga honorer sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2005 yo PP Nomor 43 tahun 2007 dan Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 05 Tahun 2010. Setelah diumumkan, terhadap listing data K.II PPK akan melakukan penelitian dan pemerikasaan apabila ada sanggahan/pengaduan/keberatan dan hasil pemeriksaan dan tanggapan atas pengaduan disampaikan paling lambat selama 45 hari sejak pengumuman dan menyampaikan hasilnya kepada Kepala BKN.

Selanjutnya untuk pelaksanaan ujian/seleksi bagi tenaga honorer K.II sebagai peserta tes direncanakan pada Juli/Juni 2013. Yudith/Bal Direktur Lanjafor Budi Hartono lebih jauh menginformasikan bahwa hingga kini, terdapat 59.640 tenaga honorer KII di 29 instansi pusat. Terkait hal ini, berbagai lapisan masyarakat hendaknya memanfaatkan secara baik uji publik ini, antara lain dengan cara mengajukan sanggahan atau pun keberatan yang disertai bukti yang kuat. Ditegaskan bahwa pelaksanaan tes bagi sesama Tenaga Honorer KII dilaksanakan Juni/Juli 2013, dan hanya dapat diikuti oleh mereka yang memiliki nomor register yang berlaku pula sebagai nomor testing peserta.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Sistem Integrasi Aplikasi Kepegawaian Jusak S.T Malau. menekankan bahwa instansi pemerintah yang memiliki tenaga honorer perlu menjelaskan dengan optimal perbedaan antara tenaga honorer KI dan tenaga honorer KII, hanyalah dari aspek pembayaran gaji. Gaji tenaga honorer KI berasal dari APBN/APBD, sementara gaji tenaga honorer KII berasal dari non-APBN/APBD. Dijelaskan pula bahwa penyelesaian tenaga honorer kategori dua tidak terlepas dari tenaga honorer kategori satu. Hal ini karena tenaga honorer kategori satu yang tidak memenuhi kriteria karena pembayaran gajinya berasal dari non APBN/APBD, akan otomatis tarcatat menjadi tenaga honorer kategori dua.
 

Daftar Honorer K2 Kementerian Agama untuk uji publik dapat di download dibawah ini:

Pengumuman Uji Publik Data Honore K2 Kemenag

Honorer K2.Kemenag_Tenaga Teknis

Honorer K2.Kemenag_Guru



Prosedur Pendaftaran Haji





1.   BANK PENERIMA SETORAN BPIH

Calon jemaah haji membuka rekening tabungan haji pada Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH)

2.    PUSKESMAS

Calon jemaah haji cek kesehatan di Puskesmas domisili untuk memperoleh surat keterangan sehat dari dokter

3.    KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN/KOTA

Calon Jemaah Haji datang ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dengan membawa:

a.  Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas

b.  Foto Copy KTP yang masih berlaku

c.  Foto Copy Kartu Keluarga

d.  Foto Copy Ijazah terakhir atau akte kelahiran atau surat nikah atau surat keterangan domisili

     dari kecamatan

     Kantor Kemenag 

     1.  Melakukan foto langsung Calon Jemaah Haji.

     2.  Mengisi Formulir Pendataan dan Pengambilan Sidik Jari

     3.  Menerima SPPH yang telah dicetak melalui system



4.   BUKTI SETORAN BPIH

Calon jemaah haji melakukan setoran awal BPIH pada BPS BPIH
Setoran BPS BPIH mentransfer setoran awal BPIH ke rekening Menteri Agama, calon jemaah mendapatkan nomor porsi
BPS BPIH mencetak lembar bukti setoran awal BPIH sebanyak 5 rangkap, lembar pertama, ketiga, keempat, dan kelima diberikan kepada jemaah haji.

5.   KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN/KOTA

Jemaah Haji melaporkan dan menyerahkan lembar ketiga, keempat, dan kelima bukti setoran awal BPIH ke Kantor Kemenag Kabupaten/Kota dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi bagi Jamaah Haji Khusus

6.   MENUNGGU INFORMASI PELUNASAN BPIH

Jemaah Haji menunggu informasi pelunasan BPIH

7.   BANK PENERIMA SETORAN BPIH

·         Jemaah Haji datang ke BPS BPIH, untuk melakukan setoran pelunasan BPIH dan mendapatkan bukti setoran pelunasan lembar pertama, kedua dan ketiga

·         Besaran Pelunasan BPIH sesuai dengan peraturan presiden tentang BPIH tahun berjalan

8.   KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN/KOTA

Jemaah Haji datang ke Kantor Kementerian Agama Kab/Kota untuk melaporkan dan menyerahkan lembar lembar kedua dan ketiga bukti setoran pelunasan BPIH serta pas foto ukuran 3×4 sebanyak 21 lembar dan 4×6 sebanyak 2 lembar dengan latar belakang putih dan tampak Wajah 70 % – 80 %

9.   MENGIKUTI BIMBINGAN MANASIK HAJI

Jemaah Haji mendapat bimbingan manasik haji di Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Kantor Urusan Agama Kecamatan selanjutnya menunggu Surat Panggilan Masuk Asrama (SPMA).

 (sumber : Kementerian Agama RI)

Data Pejabat Kantor Kemenag Kab. Bantaeng

Data Pejabat Kantor Kemenag Kab. Bantaeng

Sejarah Kementerian Agama RI

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di lingkungan masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan. 

Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menj adi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan. 

Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah. Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India. Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain. 

Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut:
  1. Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar “Sampean Dalem Hingkang Sinuhun” sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum.
  2. Fungsi pemimpin keagamaan tercermin pada gelar “Sayidin Panatagama Kalifatulah.”
  3. Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja “Senopati Hing Ngalogo.” Pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga “mengatur” pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja “pelayanan” keagamaan tersebut tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C. Snuck Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya “Nederland en de Islam” (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut: “Sesungguhnya menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam sistem (tata negara) Islam terdapat sejumlah permasalahan yang tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya.”
Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah sebagai berikut:
  1. Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas misi/zending dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu.
  2. Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu:
  1. Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Ibadah)
  2. Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan, haji, dan lainlain, menjadi urusan Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).
  3. Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama dengan Kantoor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor agama karesidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. 

Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman kolonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuankemajuan yang akan dicapai. Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. 

Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2:
  1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.



Sejarah Kementerian Agama Prov. Sul-Sel

Secara nasional organisasi Kementerian Agama (dahulu Departemen Agama) resmi terbentuk pada tanggal 3 Januari 1946, bertugas membimbing dan mengendalikan kehidupan beragama sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan sebagai realisasi dari pasal 29 UUD 1945.
Ketika wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara masih merupakan wilayah satu provinsi yakni Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara, instansi Departemen Agama di tingkat Provinsi ketika itu bernama Jawatan Urusan Agama (JAURA) berkedudukan di Makassar, Sulawesi Selatan. Kepala Jawatan Urusan Agama yang pertama dijabat oleh Bapak Gazali (1950-1952), yang berkantor di Jalan Jenderal Ahmad Yani Makassar (sekarang Kantor Polwiltabes Makassar). Kantor Jawatan Urusan Agama ini bertugas sebagai perpanjangan tugas pemerintah pusat pada bidang agama dan keagamaan di tingkat provinsi. Setelah Bapak Gazali menjabat kepala Jawatan tahun 1950-1952, dilanjutkan oleh Bapak Ismail Napu (tahun 1952-1955) dan selanjutnya H. Zainuddin (1955-1960).
Pada tahun 1960, Kantor Jawatan Urusan Agama Provinsi Sulawesi Selatan dipindahkan dari Jalan Jend. Ahmad Yani ke Jalan WR. Supratman pada masa Bapak Rahman Tahir (1960-1962). Pada tahun 1964, dijabat oleh KH. Badawi (1962-1964) terjadilah peralihan wilayah administrative provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara dibagi menjadi dua wilayah. Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri sendiri sebagai satu wilayah administrative, ditandai dengan keluarya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964.
Seiring dengan tuntutan pelayanan pemerintahan, maka pada masa jabatan KH. Hasan (1967) Kantor Jawatan Urusan Agama berubah nomenklaturnya menjadi Kantor Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan. Perubahan nomenklatur ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat, khususnya di Sulawesi Selatan. Perubahan nomenklatur ini juga, menjadikan lokasi kantor dipindahkan ke jalan Nuri hingga sekarang ini, pada saat itu dijabat oleh Bapak KH. Muh. Siri (1967-1970.
Berdasarkan Kepres Nomor 44 tahun 1974, Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang Kedudukan, tugas pokok, fungsi serta susunan dan tata kerja Departemen Agama, maka instansi Departemen Agama tingkat provinsi berubah nomenklaturnya menjadi Kantor Wilayah Departemen Agama, termasuk Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan.
Seiring dengan perkembangan dan semakin luasnya cakupan wilayah kerja, maka nomenklatur Perwakilan Departemen Agama dirubah menjadi Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan.
Perubahan nomenklatur ini, dilatari dengan semakin luasnya cakupan wilayah kerja pemerintahan, sehingga tuntutan pelayanan yang lebih khusus dan optimal terkait dengan pembinaan agama dan keagamaan di Sulawesi Selatan menjadi suatu keniscayaan pada saat itu. Posisi Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama pada saat itu dijabat oleh Bapak H. Muh. Ali Mabham Dg. Tojeng (tahun 1970-1975).
Pada tahun 2005, dilakukan serah terima asset oleh Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan kepada Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Barat, yakni 3 (tiga) Kantor Departemen Agama Kabupaten yang dibawah wilayah Provinsi Sulawesi Barat, seperti Kabupaten Polewali Mamasa, Majene dan Kabupaten Mamuju pada saat itu.
Pada tahun 2010, atas terbit Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2010 tentang perubahan Departemen menjadi Kementerian, maka nama Departemen Agama dirubah menjadi Kementerian Agama. Saat ini Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan secara struktural membawahi 23 Kantor Kementerian Agama Kabupaten / Kota se Sulawesi Selatan.
Pelaksanaan kegiatan dan program Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan, tetap mengacu pada tugas dan fungsi Kantor Wilayah Kementerian Agama sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 372 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Struktur Organisasi Kantor Kemenag Bantaeng


STRUKTUR ORGANISASI
KANTOR KEMENTERIAN AGAMA
KABUPATEN BANTAENG

(Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2012






H. Muhammad Yunus, S.Ag, M.Ag (Kepala Kantor)
H. Muh. Ahmad Jailani, MA (Kasubag TU


Drs. H. A. Muh. Baedawi, MM (Kasi Pend. Madrasah)
Dra. Hj. St. Wahni, M.Pd (Kasi PD Pontren)


H. Muh. Arfah, S.Ag (Kasi PAIS)


Drs. H. M. Ribi, MM, (Kasi Bimas Islam) 
H. Muhammad Tahir, S.Ag, MM (Kasi PHU)

Abd. Halim Yakub, S.Ag (Penyelenggara Syariah)