Abbulo Sibatang Di KUA Kecamatan Uluere Bantaeng Menyoal Fenomena Pernikahan Dini

Uluere, (Inmas Bantaeng) - Sehubungan dengan fenomena Pernikahan Dini di Kabupaten Bantaeng yang sempat menjadi perbincangan hangat dan viral hingga menasional, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Uluere menginisiasi kegiatan ABBULO SIBATANG atau Tudang Sipulung (Urun Rembuk).

Acara Abbulo sibatang atau duduk bersama ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membahas tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah Masyarakat sekaitan dengan peristiwa Nikah Dini atau pernikahan anak dibawah umur yang terjadi beberapa waktu yang lalu di Kab. Bantaeng.

Hadir Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bantaeng Bapak H. Muhammad Yunus, S.Ag, M.Ag, Wakil Ketua Pengadilan Agama Kab. Bantaeng Ruslan Saleh, S.Ag, MH, Kabag Hukum Setda Bantaeng Rivai Nur, SH, MH, Sekcam Uluere, Kepala Puskesmas Kec. Uluere, dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kab. Bantaeng, Babinkamtibmas Desa Bonto Lojong, para Kepala Desa dan para Imam Desa se Kecamatan Uluere serta Kepala KUA Kec. Uluere yang pada kesempatan ini bertindak selaku moderator.



Mengawali Diskusi atau Abbulo Sibatang hari ini, Kakan Kemenag Bantaeng H. Muhammad Yunus tampil sebagai Pembicara pertama.

Kakan Kemenag sebagai penggagas kegiatan ini membeberkan fakta bahwa sesungguhnya peristiwa Nikah Dini yang terjadi di Masyarkat itu disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya Budaya atau kultur yang berkembang bahwa apabila sudah menikahkan anaknya, maka tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua telah selesai.

Yang kedua menurut Kakan Kemenag adalah adanya prinsif yang masih berkembang di masyarakat untuk menikahkan anaknya dengan keluarga sendiri agar warisan tidak keluar dari rumpun keluarga meskipun salah satu catin usianya tidak memenuhi syarat.

Dan yang ketiga adalah munculnya kekhawatiran dari para orang tua akan pergaulan bebas yang akan mengancam sang anak, sehingga terpaksa dinikahkan di usia dini.

Menyikapi itu, Kakan Kemenag memberikan solusi untuk lebih meningkatkan pendekatan ke masyarakat yang tidak cukup hanya dengan ceramah, khutbah dan semacamnya karena pendidikan yang sesungguhnya menurut Kakan Kemenag adalah di dukung dari 3 unsur dibawah ini yakni:
  1. Pendidikan Rumah tangga,
  2. Pendidikan Sekolah, dan
  3. Pendidikan Masyarakat
Lebih lanjut Kakan Kemenag menyampaikan bahwa menurut UU Perkawinan No 1 tahun 1974 Pasal 7 ayat 1: Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun, untuk itu beliau berharap agar pasangan catin menikah diusia yang di syaratkan itu agar dapat lebih mapan dalam mempersiapkan dan merencanakan rumah tangganya.

Pembicara selanjutnya adalah Kabag Hukum Setda Bantaeng Rivai Nur, SH, MH, beliau juga mengungkapkan sebagaimana yang disampaikan Kakan Kemenag sebelumnya bahwa sesungguhnya Bantaeng tidaklah termasuk dalam 10 besar daerah yang tertinggi peristiwa Nikah Dininya, hanya mungkin karena Bantaeng sedemikian seksi sehingga berita mengenai pernikahan dini itu menjadi begitu Viral.

Lebih lanjut Kabag Hukum Setda Bantaeng mengungkapkan bahwa saat ini belum ada regulasi yang membatasi Pernikahan di bawah umur.

Namun Rivai mengaku bahwa saat ini pihaknya sedang merancang draf Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pernikahan dibawah umur tersebut.

Menurutnya di Indonesia baru ada 2 daerah yang telah berhasil melahirkan Perbub terkait Pernikahan Dini tersebut yakni Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo.

Namun Kepala Bagian Hukum Setda Bantaeng berharap bahwa ketika Perbup itu diterbitkan maka seharusnya didukung dan ditindak lanjuti dengan lahirnya Peraturan Desa (Perdes) dan pihaknya siap untuk melakukan pendampingan dalam penyusunan Peraturan Desa dimaksud.

Ada saran menarik yang disampaikan Kabag Hulum dalam menyikapi dan mengantisipasi terjadinya Nikah Dini di masyarakat yaitu dengan pemberian Sanksi-sanksi yang berdasar kearifan lokal, misalnya pengenaan denda bagi orang tua yang menikahkan anaknya diusia dini misalnya dengan diharuskan membeli bibit kentang atau bibit bawang.

Sementara itu, sebagai pembicara selanjutnya Wakil Ketua Pengadilan Agama menyampaikan bahwa urusan pernikahan itu adalah kewenangan Kementerian Agama dalam hal ini KUA Kecamatan, akan tetapi jika si catin tidak memenuhi persyaratan dalam hal usia, maka disitulah peran Pengadilan Agama.

Lebih lanjut Wakil Ketua PA Bantaeng menegaskan bahwa jika ada pernikahan dibawah umur yang terjadi tanpa melalui Pengadilan Agama maka dapat dipastikan bahwa pernikahan tersebut adalah ilegal dan tentunya tidak akan memperoleh buku nikah dari KUA.

Wakil Ketua PA Kab. Bantaeng kemudian juga memberikan masukan agar syarat pernikahan itu seyogyanya ditambah dengan menyertakan ijazah minimal SMA demi meningkatkan strata pendidikan si catin, dan kepada pihak KUA, Pengadilan Agama berharap terkait dispensasi dan Isbat Nikah, Wakil PA Bantaeng meminta agar seharunya ada pengantar dari KUA yang bersangkutan.

Namun satu hal yang sangat penting untuk difahami menurut Wakil Ketua PA Kab. Bantaeng adalah bahwa pernikahan dini itu sesungguhnya tak melanggar agama karena tak satu pun ayat ataupun hadist yang bertentangan dengan kasus atai peristiwa Nikah Dini tersebut.

Sementara itu dari Dinas PPPA Kab. Bantaeng dalam kesempatan itu menyampaikan mengenai UU Perlindungan Anak No. 35 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa usia anak itu adalah usia antara 0 hingga 18 tahun

Dan disebutkan bahwa menurut data, angka perceraian tertinggi dan juga angka kematian ibu melahirkan tertinggi adalah dari kasus Pernikahan Anak dibawah umur.

Adapun Menurut pengakuan salah seorang Kepala Desa di Kec. Uluere ini yakni Kades Bonto Tangnga, anak-anak di desanya sangat dimanjakan oleh alam, sehingga Sekolah tidaklah menjadi sebuah cita-cita untuk kemudian menjadi kebanggaan, tak ayal begitu tamat dari SMP bahkan SD mereka langsung dinikahkan oleh orang tuanya di usia dini.

Diskusi yang digelar di aula KUA Kec. Uluere ini berjalan cukup alot dan menarik serta memancing semua peserta yang hadir untuk memberikan argumen dan pendapat serta saran dan solusinya.

Semoga pertemuan atau diskusi yang digelar hari ini dapat memberikan solusi dan tindak lanjut dari semua stake holder yang ada demi menyikapi dan mengantisipasi terjadinya pernikahan dibawah umur. (mhd)