Rombongan yang dipimpin oleh Kepala Balitbang Agama Makassar ini diterima langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Bantaeng Bapak Dr. H. Muhammad Yunus, S, Ag., M, Ag di dampingi Kepala Sub. Bagian Tata Usaha H. Muh, Ahmad Jailani. S.Ag., MA dan sejumlah pejabat struktual dan fungsional dalam lingkup Kantor Kementerian Agama Kab. Bantaeng bertempat di ruang rapat Kepala Kantor Kemenag Bantaeng.
Mengawali pemaparan hasil-hasil penelitiannya, terlebih dahulu Kepala Balitbang Agama Makassar Dr. H. Ilham, M.Pd memperkenalkan para penelitinya antara lain Dr. H. Abd. Kadir Massoweang, M.Ag (Peneliti Utama) yang juga mantan Kepala Balitbang Agama Makassar yang saat ini telah beralih menjadi Peneliti Fungsional.
Peneliti lainnya adalah Husnul Fahimah Ilyas, S.Pd, MA.Hum (Peneliti Madya), Wardiah Hamid, S.Ag, M.Hum (Peneliti Pertama), Muh. Sabir, SS, MA (Peneliti Muda), H. Muhmad Sadli Mustafa, S.ThI, M.PdI (Peneliti Muda) dan Asnianti, S.Sos, Kaur Ortala dan Kepegawaiam Balitbang Agama Makassar.
Dalam kunjungan tersebut para Peneliti Balitbang Agama Makassar memaparkan hasil-hasil penelitiannya terkait jaringan ulama di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat di abad 20.
Dikatakan bahwa kita banyak kehilangan jejak-jejak ulama di Sulawesi Selatan disebabkan kekurangan dokumentasi sehingga kita banyak kehilangan data-data ulama-ulama di Sulawesi Selatan, papar koordinator peneliti Husnul F. Ilyas.
"Padahal banyak data menarik terkait ulama Sulawesi Selatan yang mesti diungkap untuk publik." lanjut Husnul.
Berangkat dari hal tersebut, Balitbang Agama Makassar melakukan rekonstruksi jaringan ulama Nusantara khususnya ulama Sulawesi Selatan dan jaringan Timur Tengahnya pada abad ke-20.
Dalam resume hasil penelitian tersebut, tim peneliti mengungkap setidaknya ada empat model pembentukan jaringan ulama. Pertama, jaringan Haramain. Kedua, jaringan pengajian kitab kuning dan tarekat. Ketiga, jaringan Guru-Murid dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (Sikola Ara’) Sengkang. Keempat, jaringan Guru-Murid dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (Sikola Ara') Mangkoso.
Pembentukan jaringan ulama Sulawesi Selatan melalui empat bentuk itu berjalan melalui jaringan intelektual (hubungan guru-murid), ikatan perkawinan, jaringan ekonomi. kemudian beberapa ulama memperkuat jaringannya melalui hubungan ekonomi dengan beberapa pihak bahkan sampai pada hubungan pernikahan seperti ulama-ulama yang ada di Pulau Salemo. ada juga ulama di Sulawesi Selatan berprofesi ganda untuk mendukung ekonominya dengan berdagang. Hal ini dilakukan untuk mendukung gerakan dakwahnya dan mengembangkan pesantrennya.
Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa persentuhan ulama di Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar dan Mandar) pada masa lalu dengan pusat studi Islam di negeri muslim telah memainkan peran penting sebagai usaha untuk memahami ajaran Islam dari sumber-sumber yang memiliki otoritas keilmuan disertai dengan pengamalan ajaran Islam.
Persentuhan itu mempunyai arti penting untuk menunjukkan bahwa ulama di Sulawesi Selatan berusaha mempelajari agama Islam dari sumbernya yang dipengaruhi budaya di tempat asalnya, bukan pemahaman yang dipengaruhi oleh budaya lokal di luar tempat kelahiran agama itu.
Pada kesempatan itu, Tim Balitbang Agama Makassar juga membagikan Executive Summary hasil-hasil Panelitian selama Tahun 2018 kepada segenap jajaran Kemenag yang hadir. (mhd)
Dalam resume hasil penelitian tersebut, tim peneliti mengungkap setidaknya ada empat model pembentukan jaringan ulama. Pertama, jaringan Haramain. Kedua, jaringan pengajian kitab kuning dan tarekat. Ketiga, jaringan Guru-Murid dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (Sikola Ara’) Sengkang. Keempat, jaringan Guru-Murid dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (Sikola Ara') Mangkoso.
Pembentukan jaringan ulama Sulawesi Selatan melalui empat bentuk itu berjalan melalui jaringan intelektual (hubungan guru-murid), ikatan perkawinan, jaringan ekonomi. kemudian beberapa ulama memperkuat jaringannya melalui hubungan ekonomi dengan beberapa pihak bahkan sampai pada hubungan pernikahan seperti ulama-ulama yang ada di Pulau Salemo. ada juga ulama di Sulawesi Selatan berprofesi ganda untuk mendukung ekonominya dengan berdagang. Hal ini dilakukan untuk mendukung gerakan dakwahnya dan mengembangkan pesantrennya.
Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa persentuhan ulama di Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar dan Mandar) pada masa lalu dengan pusat studi Islam di negeri muslim telah memainkan peran penting sebagai usaha untuk memahami ajaran Islam dari sumber-sumber yang memiliki otoritas keilmuan disertai dengan pengamalan ajaran Islam.
Persentuhan itu mempunyai arti penting untuk menunjukkan bahwa ulama di Sulawesi Selatan berusaha mempelajari agama Islam dari sumbernya yang dipengaruhi budaya di tempat asalnya, bukan pemahaman yang dipengaruhi oleh budaya lokal di luar tempat kelahiran agama itu.
Pada kesempatan itu, Tim Balitbang Agama Makassar juga membagikan Executive Summary hasil-hasil Panelitian selama Tahun 2018 kepada segenap jajaran Kemenag yang hadir. (mhd)