Serentak Di 12 Kabupaten, Wilayah KUA Sinoa Bantaeng Menjadi Salah Satu Pelaksanaan Deklarasi STOP Perkawinan Anak


Bonto Tiro, (Inmas Bantaeng). Perkawinan usia anak yang semakin marak dewasa ini seyogyanya mendapat perhatian serius baik Pemerintah maupun Masyarakat, karena anak adalah aset bangsa yang diharapkan akan menjadi generasi pelanjut.

Sehubungan dengan itu Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Bantaeng bekerjasama dengan Pemerintah setempat melalui program MAMPU terus berupaya memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendorong kebijakan responsif.

Salah satu kegiatan yang digagas adalah Deklarasi STOP Perkawinan Anak dengan mengusung tema "Pelaminan Bukan Tempat Bermain Anak"

Gerakan ini merupakan gerakan bersama dengan organisasi/lembaga yang menjadi jejaring pemerhati serta pegiat gerakan perlindungan anak dan perempuan.

Deklarasi ini dilaksanakan serentak di 12 Kabupaten/Kota di SulSel yakni Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Bone, Sidrap, Tana Toraja, Parepare, Pangkep dan Maros.

Untuk Kabupaten Bantaeng Deklarasi Stop Perkawinan Anak digelar di Kantor Desa Bonto Tiro, Kecamatan Sinoa.

Hadir Kasi Perlindungan Anak Dinas PMDPPPA Kabupaten Bantaeng, Ramlah, Camat Sinoa, Ijas Fajar, Kepala KUA Kecamatan Sinoa Jamaluddin, S.Ag, Kepala Desa Bonto Tiro Arman dan Ketua TP PKK Desa Bonto Tiro Hartuti.

Tampak pula beberapa perwakilan organisasi jejaring diantaranya Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), P2TP2A, Puspaga, Jaringan Disabilitas Indonesia dan Forum Anak Butta Toa (FABT) serta Penyuluh BKKBN, Ketua TP PKK Desa se-Kecamatan Sinoa dan Kepala Dusun di desa tersebut.

Kegiatan ini menurut Ketua KPI Cabang Bantaeng Irda Sewang didasari kondisi belakangan ini bahwa perkawinan anak terus meningkat hampir di seluruh wilayah Indonesia, demikian halnya di Provinsi Sulawesi Selatan.

Irda membeberkan bahwa sejak Januari 2017 Pemprov mencatat ada 333 kasus perwakinan anak yang tersebar hampir di seluruh Kabupaten/Kota di SulSel. Dari segi kesehatan, hal ini tentu saja akan berdampak buruk terhadap resiko melahirkan dini bagi perempuan.

"SulSel termasuk salah satu provinsi dengan angka perkawinan cukup tinggi. Untuk itu KPI melalui program MAMPU terus berupaya memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendorong kebijakan responsif", tuturnya.

Ditambahkan Irda bahwa sesungguhnya perkawinan anak terjadi dimana-mana, namun kasus di Bantaeng ini begitu seksi dan menjadi santapan empuk media baik regional bahkan Nasional.

Untuk itu pihaknya berharap seluruh elemen masyarakat Bantaeng lebih aktif lagi mengawal gerakan pencegahan Perkawinan Anak.

Kegiatan yang berlangsung Sabtu, 1 Desember 2018 itu diakhiri dengan pembacaan dan penanda tanganan Deklarasi oleh seluruh yang hadir bersama puluhan anak Desa Bonto Tiro.

Semua yang hadir berharap semoga kegiatan ini menjadi sebuah tonggak dalam menanamkan sebuah komitmen pada diri anak dan juga para orang tua dalam mencegah terjadinya pernikahan usia anak.

Dan semoga menjadi referensi untuk lahirnya sebuah Perbup (Peraturan Bupati) untuk kemudiam segera di bahas di desa agar lahir sebuah Perdes (Peraturan Desa). karena Pelaminan memang bukanlah tempat bermain anak. (mhd)