Penyuluh Non PNS Kemenag Bantaeng Wakil Sulsel Di Diklat Penyuluh Tingkat Nasional


Bantaeng, (Inmas Bantaeng) - Diklat Teknis Substantif Moderasi Beragama yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama RI diikuti Penyuluh Agama 34 Provinsi se-Indonesia yang berlangsung tanggal 22 April sampai 02 Mei 2019 bertempat di gedung Pusdiklat Tekhnis Jalan Juanda, Tangerang jakarta Selatan.

Diklat dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Litbang Kementerian Agama RI, Prof. H. Abd. Rahman Mas'ud, MA, PhD mewakili Menteri Agama. Dalam sambutannya, Prof. H. Abd Rahman Mas'ud menyampaikan permohonan maaf dari bapak menteri yang sedianya akan membuka Diklat secara resmi.

"Berhubung bapak menteri ada agenda pertemuan yang tak kalah pentingnya yakni dalam rangka membicarakan penambahan kota haji, maka pembukaan Diklat ini diamankan kepada saya". Ungkap Kepala Badan Litbang Kementerian Agama RI.

Lebih lanjut Prof. H. Abd Rahman Mas'ud menyampaikan bahwa Diklat moderasi beragama penting dilaksanakan saat ini dengan munculnya benih-benih intoleransi sekalipun itu belum menjadi darurat tapi penting untuk menjadi perhatian untuk membekali para penyuluh agama sehingga menjadi ikon perdamaian di daerah masing-masing dan bukan malah menjadi bagian dari penyebab lahirnya intoleransi.

Dikatakan bahwa moderasi beragama beda dengan moderasi agama, untuk itu penyuluh agama dalam menyampaikan da'wahnya harus lebih kondisional dengan mengedepankan kerahmatan karena semua agama mengajarkan kedamaian sekalipun agama tidak boleh disamakan.

Pada kegiatan tersebut Kementrian Agama Provinsi Sulawesi Selatan diwakili oleh 2 orang Penyuluh yakni Nurdin,S.Ag., M.HI, Penyuluh Agama Fungsional dan Hamzah, S.Pd.I, Penyuluh Agama Non PNS Kantor Kemenag Kabupaten Bantaeng.

Peserta terdiri dari Penyuluh Agama Hindu 1 orang, Penyuluh Agama Budha 1 orang, Penyuluh Agama Kristen 3 orang dan Penyuluh Agama Islam 30 orang.

Diakhir acara penutupan, Hamzah Penyuluh Agama Islam dari Kabupaten Bantaeng mendapat kehormatan penyematan tanda kepesertaan dari bapak Kepala Badan Litbang Kemenag RI.

Dari kegiatan tersebut Hamzah berkesimpulan bahwa moderasi beragama penting dipahami oleh semua agama agar tumbuh saling menghormati antar pemeluk agama.

Selain dari itu menurut Hamzah, faham radikalisme ekstrim dalam memahami agama perlu dicegah dengan memberi pendidikan beragama secara utuh termasuk mencegah faham-faham tersebut masuk pada lembaga pendidikan, karena hal tersebut akan mengikis budaya kesantunan.

Pada kesimpulanya lanjut Hamzah bahwa dalam beragama dibutuhkan fanatisme sebagai penyamangat dalam melaksanakan ajaran ajaran agama tetapi ekstrim dalam memahami agama akan memandang yang berbeda denganya sebagai sesuatu yang salah, cukuplah kita rawat yang ada saat ini sebagai Rahmat dari Allah yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana disinilah kita bersujud tempat merebahkan diri, maka jangan lagi ada istilah KANA (Kekerasan Atas Nama Agama).

para penyuluh yang hadir yang beda agama mereka saling menghormati saling membantu saling bercanda sebagai bentuk persaudaraan yg dimilikinya.




Hamzah sebagai penyeluh non PNS yang berasal dari selawesi selatan tampak sangat aktif dengan memberikan tanggapan, ide ataupun gagasan terkait bagaimana menjaga NKRI, bagaiman membuat formula dalam menekan faham agama yang ekstrim apatah lagi jika agama dijadikan sebagai objek politik. Menurut Hamzah, agama bukan politik tapi agama haruslah menjadi landasan dalam berpolitik. (hmz/mhd)