Inilah Para Juara PORSADIN 2015 Tingkat Kab. Bantaeng

(Humas Kemenag Bantaeng) – Pekan Olah Raga dan Seni antar santri madrasah diniyah tingkat Kabupaten Bantaeng yang dimulai kemarin (Kamis, 27/8 ) berakhir hari ini (Jum’at 28/8) setelah cabang lomba Baca Puisi usai dipentaskan.
Dari 4 cabang lomba yang di pertandingkan pada Lomba PORSADIN Tingkat Kab. Bantaeng kali ini, inilah para juara I yang berhak ikut pada lomba PORSADIN II Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan yang dijadwalkan pada pertengahan bulan September 2015 di Makassar:
Berikut para juaranya:

I. Lomba Lari Sprint:
Putra:
Juara I : Nama: Dandi, Asal DTA DDI Mattoanging.
Juara II : Nama: Wahyu, Asal DTA Guppi Jatia.
Juara III : Nama: Riswan Asal DTA Darul Ilmi SD 9 Lembang.
Putri:
Juara I : Nama: Rahmawati, Asal DTA Nurul Rahma Lonrong
Juara II : Nama: Siska, Asal DTA Darul Ilmi SD 9 Lembang
Juara III : Nama: Wahdatul, Asal DTA MDIA Gusung

II.Lomba Cerdas Cermat
Juara I : MDTA Darul Ilmi SD 9 Lembang
Juara II : MDTA Yapqah Tombolo

III.Lomba Pidato Bahasa Indonesia
Putra:
Juara I  : Nama : Muh. Juhail, Asal DTA Darul Ilmi SD 9 Lembang
Juara II : Nama : Jabal Nur Asal DTA Khairul Ummah
Juara III: Nama : Asrudi Asrul Asal DTA Guppi Jatia
Putri :
Juara I  :Nama : Nurhalisa Asal DTA Darul Ilmi SD 9 Lembang
JuaraII  :Nama : Risma, Asal DTA Yapqah Tombolo
JuaraIII :Nama : Nadia Nurul, Asal DTA MDIA Gusung

IV. Lomba Baca Puisi
Putra:
Juara I : Nama : Syahrul Hidayat; Asal DTA : Yapqah Tombolo
Juara II: Nama : Muh. Nabil Al-Ashar; Asal Darul Ilmi SD 9 Lembang
Juara III: Nama : Eril Anugrah Asal DTA MDTA Guppi Jatia
Putri :
Juara I   : Nama : Nur Reski Amalia, Asal DTA Darul Ilmi SD 9 Lembang
Juara II  : Nama : Nur Insani; Asal DTA : Yapqah Tombolo
Juara III : Nama : Fani Putri Adelia, Asal DTA: Ma’arif Pangi SD.17 Ujung Labbu….

Kakan Kemenag Buka PORSADIN Tingkat Kab. Bantaeng

(Humas Kemenag Bantaeng) – Kementerian Agama Kab. Bantaeng melalui Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) menggelar lomba antar santri Madrasah Diniyah Tingkat Kabupaten Bantaeng yang diberi nama PORSADIN (Pekan Olahraga dan Seni Madrasah Diniyah) Tingkat Kab. Bantaeng.
Kegiatan ini berdasarkan Surat dari Kanwil Kemenag Sulsel Bidang PD Pontren mengenai permintaan peserta PORSADIN II Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2015 yang akan dibuka pada tanggal 13 September 2015 di MAN Model Makassar.
Porseni antar santri Madrasah Diniyah yang diikuti oleh sebanyak 54 orang santri MDTA se Kab. Bantaeng ini dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Bantaeng Bapak H. Anwar Abu Bakar, S.Ag, M.Pd di Aula Kantor Kemenag Bantaeng
PORSADIN tingkat Kab. Bantaeng yang baru pertama kali dilaksanakan di Bumi Butta Toa yang terkenal dengan destinasi wisatanya Marina Beach dan Pantai Seruni ini dilaksanakan selama 2 hari yakni hari Kamis (27/8) dan Jum’at (28/8) 2015 dengan mempertandingkan 4 cabang lomba yakni: Lomba Lari Sprint, Lomba Cerdas Cermat, Lomba Pidato, dan Lomba Baca Puisi.
Untuk cabang Lomba Lari, Lomba Cerdas Cermat dan Lomba Pidato sudah selesai dilaksanakan hari ini (Kamis 27/8/15, red) dan pemenangnya sudah diumumkan tadi di hadapan para peserta lomba dan guru pembinanya, sedangkan untuk Lomba Baca Puisi akan dilaksanakan besok Jum’at 28/8/2015.
Adapun pemenang (Juara I) dari setiap cabang lomba PORSADIN tingkat Kab. Bantaeng ini akan berhak mewakili Kab. Bantaeng pada PORSADIN II tingkat Provinsi Sulawesi Selatan yang akan digelar pada tanggal 13-16 september 2015 di Makassar. Sedangkan untuk pemenang (Juara I) tiap cabang lomba pada PORSADIN II tingkat Provinsi nantinya akan mewakili Sulsel pada PORSADIN II tingkat Nasional yang dijadwalkan akan digelar pada hari Kamis-Ahad tanggal 12-15 November 2015 di Kota Serang Provinsi Banten.

Kakan Kemenag Bantaeng Himbau Nazhir Wakaf Optimalkan Pengelolaan Harta Wakaf di Bantaeng

(Humas Kemenag Bantaeng) - Dalam rangka menjaga dan memelihara serta mengoftimalkan pemanfaatan harta wakaf di Kab. Bantaeng, Kantor Kementerian Agama Kab. Bantaeng melalui Seksi Bimas Islam menyelenggarakan Orientasi Nazhir Wakaf tingkat Kab. Bantaeng yang berlangsung kemarin,  tanggal 18 Agustus 2015, bertempat di Aula Kantor Kemenag Bantaeng.

Kegiatan yang dihadiri oleh sebanyak 24 peserta ini dibuka oleh Bapak Kepala Kantor Kemenag Bantaeng, H. Anwar Abubakar, S.Ag, M.Pd didampingi oleh Kasubag TU Kantor Kemenag Bantaeng H. Muh. Ahmad Jailani, S.Ag, MA dan Bapak Ketua FKUB Kab. Bantaeng Dr. H. M. Natsir, S.Ag, MM yang sekaligus menjadi narasumber pada acara tersebut.

Adapun peserta yang hadir pada Orientasi Nazhir Wakaf kali ini sebanyak 24 orang yang terdiri dari: 8 orang dari unsur P3N, 8 orang dari KUA dan 8 orang dari pengurus Mesjid Besar.

H. Anwar Abubakar dalam arahannya dihadapan peserta mengungkapkan bahwa persoalan tanah wakaf adalah persoalan nasional yang tingkat akurasi datanya masih sangat rendah, karena menurut data nasional, tanah wakaf seluruh Indonesia ternyata lebih luas ketimbang tanah pribadi. sehingga melalui orientasi ini Bapak Kepala Kantor Kemenag Bantaeng mengharap kepada semua peserta untuk dapat membantu mendata kembali harta wakaf baik berupa tanah maupun bentuk lain yang ada di Kab. Bantaeng yang mana lokasi harta wakaf yang ada di Kab. Bantaeng ini menurut data tahun 2015 sebanyak 585 titik.

Lebih lanjut Bapak H. Anwar Abubakar menjelaskan bahwa seringkali perkara atau kasus yang muncul di masyarakat berkaitan dengan Harta Wakaf ini karena tidak lengkapnya bahkan tidak ada sama sekali bukti kepemilkan wakaf atas harta wakaf yang ada. Beliau mengungkapkan kasus yang pernah terjadi di suatu daerah yang mana luas tanah wakaf yang dikelola oleh nazhir wakaf awalnya seluas 57 Ha, karena bukti kepemilikan atas tanah wakaf itu tidak ada, akhirnya luas tanah wakaf itu sekarang tinggal 9 Ha, karena keluarga pemberi wakaf tidak henti-hentinya menggugat dan mengambil paksa tanah wakaf itu, bahkan sekarang luas yang sisa 9 ha itupun terancam digugat. 

Sebelum mengakhiri arahannya, Bapak Kakan Kemenag menitipkan harapkan kepala seluruh peserta orientasi agar dapat mempelajari dan mengamati semua jenis harta wakaf yang ada agar dapat mengklasifikasi yang mana harta wakaf yang bernilai produktif dan berhasil guna untuk bisa dimanfaatkan demi menunjang kelangsungan bahkan pertambahan nilai dari harta wakaf yang ada, misalnya jika hrta wakaf itu brupa tanah yang produktif, maka bagaimana upaya kita agar tanah produktif itu dapat menghasilkan output yang bernilai ekonomis.

Pejabat Eselon III dan IV Kantor Kemenag Bantaeng Ikuti Asesmen di Asrama Haji Sudiang

(Humas Kemenag Bantaeng) - Kanwil Kemenag Sulsel  tampil selangkah lebih maju dari Kanwil Kemenag lainya di Seluruh Indonesia. Pasalnya, Asesmen Kompetensi Jabatan yang belum lama di sahkan Undang-undangnya sebagaimana tertuang dalam UU NO. 5 TAHUN 2014 tentang ASN, Kanwil Sulsel  dengan nahkoda Kakanwil baru yang sangat proaktif dan selalu cepat tanggap bersedia menjadi Kanwil pertama pelaksanaan Assesmen di lingkungan Kementerian yang dipimpin oleh H. Lukman Hakim Saifuddin ini.

Asesmen yang dibuka oleh Dr. Hardjo Suwito, M.Si,  Kabag Perencanaan di Biro Kepegawaian Kementerian Agama RI yang juga salah seorang perancang Materi serta Metode Asesmen ini menyampaikan arahannya dihadapan  181 peserta asesmen yang terdiri dari 28 orang dari pejabat eselon III dan 153 orang pejabat eselon IV di lingkungan Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan .

Menurut Pak Hardjo, Asesmen jangan dianggap sebagai momok yang harus ditakuti, sehingga lagu Indonesia Raya pun dinyanyikan dengan kurang semangat pada awal pembukaan, “Asesmen bukan mau menggeser atau mencopot jabatan bapak ibu, tapi asesmen bertujuan untuk mengetahui profil ASN dan dalam rangka pemetaan kompetensi pegawai agar tidak mismatch” imbuhnya.

Dalam Asesmen ini Kantor Kementerian Agama Kab. Bantaeng mengirimkan  semua pejabat eselon IV dan III di lingkungan Kementerian Agama Kab. Bantaeng, yang pada hari pertama pelaksanaan asesmen ini sesuai jadwal, diikuti oleh Kepala Kantor Kemenag, Kasubag TU dan 5 Kepala Seksi, sedangkan untuk Kepala-kepala KUA akan mengisi Asrama Haji Sudiang pada Kloter ke-2 yaitu pada hari Sabtu  tanggal 15 Agustus 2015.

Adapun jenis test pada asesmen kali ini menurut ketua panitia ada 3 yaitu:
    1.Tes Tertulis yang materinya terdiri dari Managerial, Substantif   dan Teknis (MST)
     2.Simulasi (Microteaching), dan
     3.Cross check (Wawancara)

KaKanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan dalam sambutannya mengungkapkan bahwa minggu ini merupakan moment yang paling tepat pelaksanaan Asesmen, karena minggu depan yaitu mulai tanggal 20 Agustus 2015, Asrama Haji Sudiang sudah mulai dipadati oleh jemaah  calon haji dari seluruh Sulawesi Selatan sampai dengan akhir bulan dan saat itu merupakan saat-saat yang paling sibuk khususnya di jajaran Kanwil Kemenag Sulsel, sehingga jika tidak dilaksanakan dalam minggu ini maka dapat dipastikan asesmen akan molor pada bulan September 2015.

Lebih lanjut H. Abdul Wahid Tahir menjelaskan bahwa tujuan utama diadakannya assesmen ini adalah:
     1.Untuk dapat melihat peta kompetensi dari pejabat eselon
     2.Untuk dapat mengisi formasi jabatan yang lowong di lingkungan
        Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan
     3.Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dari sistem
        birokrasi di lingkup Kementrian Agama Provinsi Sulawesi Selatan

    Mengakhiri sambutannya, Kakanwil Kemenag Sulsel berharap kepada 181 peserta asesmen kompetensi Jabatan Administratur dan Pengawasan Lingkup Kantor Kementerian Agama Provinsi Sulawesi selatan dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik sehingga dapat menjadi contoh dan referensi bagi pelaksanaan asesmen selanjutnya. (mhd)


Muktamar NU dan Muhammadiyah: “Sinergi Berkemajuan”

Bak gayung bersambut, dua organisasi massa (Ormas) berbasis komunitas muslim terbesar di Indonesia pada Bulan Agustus 2015 ini menyelenggarakan Muktamar, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU menyelenggarakan Muktamar ke-33 pada 1 – 5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur. Sementara Muhammadiyah menyelenggarakan Muktamar ke-47 pada 3 – 7 Agustus 2015 di Makassar. Agenda utama pertemuan besar lima tahunan itu adalah untuk memilih nakhoda baru masing-masing organisasi untuk periode 2015-2019 dan membahas berbagai hal-hal strategis terkait kebijakan internal organisasi, persoalan keummatan dan kehidupan bangsa di masa depan.

Muhammadiyah lebih dulu berdiri, yaitu pada 18 November 1912 M (8 Dzulhijjah 1330 H) di Kauman, Yogyakarta.  Sementara NU didirikan 14 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) di Surabaya. Pendiri Muhammadiyah  adalah Kyai Haji Ahmad Dahlan atau yang dikenal dengan nama asli Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta. Sementara NU didirikan oleh K.H. Hasyim Asy'ari dari Jombang Jawa Timur. Dalam sejarahnya, kedua-duanya sering disebut-sebut pernah belajar pada guru yang sama dan bertemu pada satu silsilah keluarga yang sama (tulisan ini tidak membahas masalah ini).

Basis Muhammadiyah berada di komunitas santri Kauman Yogyakarta yang masyarakat di wilayah sekitarnya masih kental dengan budaya Jawa Keraton. Sementara Basis komunitas NU berada di Jawa Timur yang kental dengan budaya pesantren atau seperti yang dibilang oleh Cliffort Geertz sebagai masyarakat dengan identitas “santri-priyayi-abangan”. Ada stereotype bahwa komunitas NU dipersepsikan sebagai komunitas “santri bersarung” yang banyak diikuti oleh masyarakat pedesaan tradisionalis, sementara Muhammadiyah berbasis komunitas modernis yang banyak diikuti oleh masyarakat perkotaan. Sunguh pun demikian, identitas “tradisionalis-modernis” belakangan ini barangkali sudah tidak relevan lagi untuk dihadap-hadapkan (apalagi dibenturkan). Terlepas dari benar tidaknya identifikasi itu, saya menyebut kedua organisasi massa terbesar itu sebagai ormas Islam dengan “dua identitas, satu tujuan”.
Sesuai dengan basisnya dan latar belakang berdirinya masing-masing ormas tersebut, Muhammadiyah menegaskan diri sebagai organisasi pembaharu (gerakan tajdid) dan menebarkan semangat berkompetisi secara sehat dengan slogan “fastabiqul khairat” (berlomba-lomba dalam kebaikan), sementara NU menegaskan diri dengan slogan: memelihara budaya lama yang baik dan menciptakan hal baru yang lebih baik (al-muhafadzatu ala qadiimisshaleh wal akhdu biljadidil aslah). Dua ormas dengan identitas khasnya masing-masing itu, pada dasarnya satu tujuan, yaitu mendorong terwujudnya kemajuan umat, bangsa dan negara melalui bidang pendidikan, keagamaan dan sosial-ekonomi. NU banyak menghasilkan lembaga-lembaga pendidikan pesantren dengan kajian “kitab kuningnya” yang kaya, sementara Muhammadiyah banyak menghasilan lembaga-lembaga pendidikan madrasah/sekolah berkualitas serta panti sosial atau rumah sakit.

Artikel ini tidak bermaksud membandingkan perbedaan antara kedua ormas tersebut dengan tujuan mencari kelemahannya, sebaliknya bertujuan untuk mencari titik temu bagaimana kedua ormas dengan basis massa terbesar di Indonesia itu semakin dapat bersinergi dengan gaya khasnya masing-masing dalam mengantarkan kemajuan umat dan bangsa di tengah kehidupan masyarakat yang beragam dan cenderung semakin mengglobal.

Dua Tema, Satu Motivasi: Kemajuan Umat Islam dan Bangsa
NU dalam Muktamarnya mengangkat tema: “Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Berdasarkan penjelasan resmi panitia Muktamar NU (dapat diunduh di sini), sebatas yang dapat saya pahami, Islam Nusantara bukanlah madzhab atau aliran yang berusaha mereduksi Islam itu sendiri. Tema ini justru berusaha menghadirkan esensi ajaran Islam yang dapat “membawa rahmat untuk semua” (rahmatan lil ‘alamiin) dengan tetap memperhatikan “kearifan lokal” (lokal jenius) yang tidak bertentangan dengan esensi ajaran Islam itu sendiri. Sebagaimana tertulis dalam petikan dokumen tersebut mengenai tema muktamar, panitia muktamar menjelaskan bahwa:
“Karakter Islam Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal di Nusantara yang tidak melanggar ajaran Islam, namun justru menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Kehadiran Islam tidak untuk merusak atau menantang tradisi yang ada. Sebaliknya, Islam datang untuk memperkaya dan mengislamkan tradisi dan budaya yang ada secara tadriji (bertahap). Bisa jadi butuh waktu puluhan tahun atau beberapa generasi. Pertemuan Islam dengan adat dan tradisi Nusantara itu kemudian membentuk sistem sosial, lembaga pendidikan (seperti pesantren) serta sistem Kesultanan. Tradisi itulah yang kemudian disebut dengan Islam Nusantara, yakni Islam yang telah melebur dengan tradisi dan budaya Nusantara”.

“…Islam Nusantara dimaksudkan sebuah pemahaman keislaman yang bergumul, berdialog dan menyatu dengan kebudayaan Nusantara, dengan melalui proses seleksi, akulturasi dan adaptasi. Islam nusantara tidak hanya terbatas pada sejarah atau lokalitas Islam di tanah Jawa. Lebih dari itu, Islam Nusantara sebagai manhaj atau model beragama yang harus senantiasa diperjuangkan untuk masa depan peradaban Indonesia dan dunia. Islam Nusantara adalah Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan negara. Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama yang beragam. Islam bukan hanya cocok diterima orang Nusantara, tetapi juga pantas mewarnai budaya Nusantara untuk mewujudkan sifat akomodatifnya yakni rahmatan lil ‘alamin”.
Sementara Muktamar Muhammadiyah 2015 kali ini, mengangkat tema “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan”. Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas (cnnindonesia.com, 3/8/2015), Melalui Muktamar ini, Muhammdiyah berharap dapat mewujudkan tiga gerakan pencerahan, yakni gerakan pembebasan, pemberdayaan dan pemajuan. "Kami ingin membebaskan umat dari segala macam hal yang menghambat kemajuan seperti kemisikinan dan korupsi. Pemberdayaan kami lakukan melalui pendidikan dan memajukan ilmu pengetahuan," demikian kata Yunahar dalam media tersebut. PP Muhammadiyah ingin Indonesia tidak sekedar negara yang aman, makmur dan adil tapi juga berdaya saing dengan negara-negara lain, terutama di anggota-anggota ASEAN, demikian ia melanjutkan sebagaimana dikutip dalam media itu.

Hal itu sejalan dengan motivasi yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah yang disemaikan oleh Pendirinya, Kyai Dahlan. Sepulang Beliau dari Arab Saudi dan interaksinya selama bermukim di sana serta bacaan-bacaan atas atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha, benih-benih ide pembaruan itu tertanam dalam diri Kyai Dahlan. Hal inilah yang kemudian mendorong Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan ke tanah air sepulang Beliau dari bermuim di Arab Saudi, bukan malah menjadi konservatif (muhammadiyah.or.id).

Hemat saya, perbedaan karakteristik antara Muhammadiyah dan NU mesti disikapi sebagai “rahmat”, bukan sebaliknya sebagai “petaka sosial”. Perbedaan persepsi atas “Islam Nusantara”, stereotype konservatif dan Islam Pembaharu, semestinya dijadikan sebagai kekayaan bangsa dalam mengejar  kemajuan. Perbedaan mengenai masalah furuiyyah seperti jumlah bilangan shalat tarawih, bacaan do’a qunut, dan penetapan Idul Fitri semestinya sudah bukan persoalan utama lagi. Tantangan umat saat ini adalah bagaimana meningkatkan kualitas Sumber Daya Umat (SDU) dan bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim dapat hidup layak secara sosial, ekonomi dan pendidikan di tengah persaingan dunia yang semakin kompetitif dengan tetap bersandar atas pondasi iman.

Karena itu, saya berharap NU dalam Muktamar kali ini mampu melahirkan ide-ide kreatif yang lebih baik (al-jadidil ashlah) seperti slogannya, sehingga mampu memecahkan problem-problem mendasar untuk kemajuan Islam Indonesia dan dunia di masa depan. Ribuan pesantren baik yang secara langsung berafiliasi dengan NU atau tidak, dapat dijadikan sebagai basis pemberdayaan umat dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi sekaligus sebagai perekat budaya bangsa khas Islam Nusantara yang disuarakan. Gerakan ekonomi pesantren semestinya  menjadi agenda penting yang patut diberdayakan dan menjadi agenda strategis dalam Muktamar kali ini. Itulah salah satu tantangan riil yang mesti dipecahkan oleh NU, baik secara jama’ah (komunitas), maupun secara jami’yyah (organsiasi) di masa depan. Dakwah bil hal (dakwah dengan tindakan) melalui pemberdayan dalam bidang sosial ekonomi semacam itu, kiranya lebih efektif jika dibandingkan dengan dakwah bil lisan (dakwah dengan ucapan).

Demikian halnya dengan Muhammadiyah yang telah lahir seabad yang lalu (1912). Secara historis, gerakan-gerakan pembaharuannya muncul bersinergi dengan era Kebangkitan Nasional waktu itu, seperti dengan gerakan era Boedi Oetomo. Pembaharu dalam konteks “pemurnian” tauhid dengan tema pembebasan TBC (Tahayyul, Bid’ah, dan Khurofat) sudah sangat tepat jika dewasa ini difokuskan pada tiga gerakan pembebasan yang menjadi pesan sentralnya, yaitu: gerakan pembebasan, pemberdayaan dan pemajuan. Saya berharap, kehadiran Muhammadiyah saat ini mampu menunjukkan diri sebagai kekuatan pembaharu yang semakin bermanfaat dalam bidang pendidikan, sosial, dan terutama ekonomi yang gagasan-gagasan dan tindakan pembaharuannya dapat diterima oleh komunitas yang lebih luas.

Jika dua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu (NU dan Muhammadiyah) dalam Muktamarnya yang berlangsung hampir bersamaan pada bulan Agustus 2015 kali ini dapat saling bersinergi, bukanlah hal yang mustahil suatu saat nanti umat Islam dan bangsa indonesia akan tercerahkan, seperti matahari yang terang dan bumi yang makmur dan damai. Dua identitas, satu tujuan yang saling melengkapi. Selamat bermuktamar untuk NU dan Muhammadiyah. Semoga keduanya makin bersinergi dalam Berkemajuan!

(Di petik dari tulisan sahabat Kompasiana Bapak M. Yunus).